Komisi V terbitkan Lima Rekomendasi buat Pemprov. NTB
MATARAM-Komisi V Bidang Kesra dan Pemberdayaan Perempuan DPRD NTB memanggil Dinas Sosial dan Dinas Kesehatan NTB, Kemarin (22/4).
Pemanggilan itu dalam rangka mengklarifikasi berbagai persoalan dan kontroversi seputar Jaring Pengaman Sosial (JPS) Gemilang Pemprov NTB. JPS yang dihajatkan untuk mengurangi dampak perlambatan ekonomi akibat Pandemi Korona belakangan tuai banyak kritikan. Hal inilah yang membuat komisi V merasa perlu mengevaluasi kerja pemerintah.
Anggota Komisi V DPRD NTB HL Budi Suryata, misalnya pertanyakan soal validasi data. “Tentang data ini banyak sekali pertanyaan, jangan sampai tumpang tindih,” katanya.
Dewan berencana distribusi sembako bagi masyarakat. Dananya dari hasil sisir anggaran di DPRD. Sehingga menghindari bantuan tumpang tindih, Budi mengatakan harus melihat pula data distribusi bantuan Pemprov NTB. “Kami ingin nantinya bantuan kami benar-benar tepat sasaran,” tegasnya.
Anggota Komisi V DPRD NTB H Bohari Muslim, mempertanyakan pengadaan Minyak Goreng dengan memaksimalkan IKM/UMKM. Ide itu tidak realistis baik dari pengadaan, kemampuan IKM/UMKM, hingga penghargaan terhadap kerja mereka. Harga minyak goreng dari kelapa seharusnya dihargai Rp 60 ribu. “Biaya bahan dan produksinya sangat mahal,” katanya.
Dia justru heran mengapa Pemprov malah mengestimasi biaya pengadaanya Rp 33 ribu untuk pengadaan minyak goreng kelapa. Tetapi bila Rp 33 ribu digunakan untuk beli minyak curah atau minyak pabrikan harga itu terlalu mahal. “Wajar bila banyak curiga,” ketusnya.
Pemprov NTB diminta segera membuka data IKM/UMKM yang dilibatkan. Sehingga anggota dewan bisa ikut turun awasi di lapangan.
Secara umum JPS dalam bentuk Sembako yang disiapkan Pemprov NTB dinilai tidak efektif dan banyak menimbulkan masalah. “Saya sarankan sebaiknya bentuknya BLT,” pungkasnya. Akhdiyansah, anggota Komisi V DPRD NTB lainnya curiga data yang diterima Dinsos tidak diambil dari proses verfikasi di lapangan langsung. “Jangan-jangan hanya ABS (Asal Bapak Senang, Red)” sindirnya.
Sebelum menutup Rapat Dengar Pendapat (RDP) Ketua Komisi V DPRD NTB TGH Mahally Fikri membacakan rekomendasi pada Pemprov NTB. “Pertama rekomendasi kami Pemprov harus melakukan validasi data ulang dengan penuh tanggung jawab,” katanya. Data JPS yang digunakan saat ini banyak menimbulkan polemik. “Data yang salah dapat membuat situasi semakin buruk, tetapi data yang baik pasti menyelesaikan masalah,” ulasnya.
Rekomedasi kedua, Dinas Kesehatan diminta menyiapkan rumah transit bagi tenaga medis. “Minimal di empat rumah sakit rujukan harus disiapkan,” ulasnya.
Rekomendasi ketiga, Komisi V meminta Pemprov NTB dalam hal ini dinas kesehatan secepatnya ajukan insentif bagi tenaga kesehatan. “Yang bersumber dari APBD daerah, itu harus segera diusulkan, jangan cuma akan-akan saja,” tegasnya. Kesejahteraan tenaga medis harus diutamakan. Mengingat mereka garda terdepan dalam menghadapi pandemi ini.
Rekomendasi keempat, Dinas Kesehatan diminta libatkan tenaga terdidik untuk sosialisasi bahaya pandemi Covid-19. “Ada anak-anak kita para pelajar atau mahasiswa di sekolah kesehatan, libatkan mereka agar masyarakat semakin sadar wabah ini,” pintanya.
Dan rekomendasi kelima, Pemprov NTB diminta evaluasi program JPS dalam bentuk sembako. “Kami minta dalam bentuk BLT, itu akan lebih bermanfaat bagi mayarakat,” pungkasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Sosial NTB T Wismaningsih Dradjadiah berjanji meneruskan rekomendasi itu pada Satgas Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan Covid-19 NTB. “Ya karena pemerintah pusat bentuknya BLT kami juga berencana salurkan dalam bentuk BLT saja,” katanya.(Ihin)
Anda harus log masuk untuk menerbitkan komentar.